Kehadiran
kereta api pertama di
Indonesia mulai hadir sejak
Tanam Paksa hingga saat ini. Perusahaan yang dinasionalisasikan,
Djawatan Kereta Api (DKA) berdiri setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal
28 September 1945 atau sekitar sebulan setelah proklamasi. Di bawah ini adalah
sejarah perkeretaapian di Indonesia pada rentang tahun 1875-1925 dan dalam bentuk sketsa.
Pra-kemerdekaan
Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa
djaman doeloe
perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan
betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama
kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan
api dari pembakaran
batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut
kereta rel, artinya kereta yang berjalan di atas rel dengan diesel ataupun listrik. Informasi tersebut sangat langka.
Setelah
Tanam Paksa diberlakukan oleh
van den Bosch pada tahun
1825-
1830,
ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk
mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu
alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan
jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada
1840, Kolonel J.H.R.
Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.
[2]
Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang
dengan rute Semarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij)
dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah
1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I
untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang
Semarang. Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi
dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah
membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan
Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun
strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang
dikirim ke Batavia atau Soerabaja.
Pembangunan pertama[3]
Kehadiran
kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan
jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal
17 Juni 1864, oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.
L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar
sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu,
10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara
Samarang-
Tanggung, yang kemudian pada tanggal
10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota
Semarang -
Surakarta
(110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di
daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel
antara
1864 -
1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun
1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.
Perkembangan di luar Jawa[3]
Halte Si Loengkang di jalur Solok-Silungkang, ketika baru selesai dibangun.
Selain di
Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di
Aceh (
1874),
Sumatera Utara (
1886),
Sumatera Barat (
1891),
Sumatera Selatan (
1914), bahkan tahun
1922 di
Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara
Makasar-
Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal
1 Juli 1923, sisanya
Ujungpandang-
Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di
Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA
Pontianak -
Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau
Bali dan
Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Pendudukan Jepang[3]
Sampai dengan tahun
1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun
1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan
Jepang dan diangkut ke
Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067
mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota.
Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943)
sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan
Jepang adalah 83 km antara
Bayah -
Cikara dan 220 km antara
Muaro -
Pekanbaru.
Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru
diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan
27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah
Romusha.
Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras
arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang
Muaro - Pekanbaru.
Jaringan rel
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
- 1875 - 1888,
- 1889 - 1899,
- 1900 - 1913
- 1914 - 1925.
Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888
Pembangunan
Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876,
berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di
Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun
lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia
(Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke
Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung.
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan
lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga
lintas Jogya - Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
- Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
- Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
- Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
- Kertosono - Kediri - Blitar
- Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
- Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
- Tegal - Balapulang
Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899
Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
- Djogdja - Tjilatjap
- Soerabaja - Pasoeroean - Malang
- Madioen - Solo
- Sidoardjo - Modjokerto
- Modjokerto - Kertosono
- Kertosono - Blitar
- Kertosono - Madioen - Solo
- Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
- Batavia - Rangkasbitung
- Bekasi - Krawang
- Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
- Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
- Yogya - Magelang
- Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
- Sebagian jalur Madura
Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913
Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
- Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
- Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
- Pasuruan - Banyuwangi
- Seluruh jaringan Madura
- Blora - Bojonegoro - Surabaya
Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925
Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
- Sisa jalur Pulau Jawa
- Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
- Elektrifikasi Batavia - Bogor:
- Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
- Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
- Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
- Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
- Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
- Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
Masa Pembangunan Stasiun
Berikut daftar stasiun besar:
- Stasiun Karanganyar - 1875
- Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
- Stasiun Tanjung Priok - 1914
- Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
- Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
- Stasiun Manggarai - 1969
- Stasiun Pasar Senen - 1916
- Stasiun Cikampek - 1894
- Stasiun Bogor - 1880
- Stasiun Bandung - 1887
- Stasiun Yogyakarta - 1887
- Stasiun Solo Balapan - 1876
- Stasiun Semarang Tawang - 1873
- Stasiun Cirebon - 1920
- Stasiun Madiun - 1897
- Stasiun Purwokerto - 1922
- Stasiun Malang - 1941
- Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
- Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
- Stasiun Pasar Turi - 1938
- Stasiun Kertosono
Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918
Stasiun
Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan
kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang
dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat
ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
Berbagai lokomotif uap di Indonesia
Di Indonesia pernah ada
lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain:
- Tipe B
- Tipe C
- Tipe BB
- Tipe DD
- Tipe D
Sebagian lokomotif uap yang pernah ada di Indonesia tersebut di atas (seri B, C, BB, CC, DD dan D) telah dipajang di
Museum Kereta Api Ambarawa. Sebagian di antaranya sudah tidak diketahui lagi keberadaannya karena tersisa fotonya saja.
[4]
Jenis kereta 1876-1925
Kereta penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk mengangkut barang disebut
gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair disebut
ketel.
[5][6] Sejak dahulu, kereta dibuat secara lokal, dengan sasis dan rangka
baja sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada
pendingin udara,
sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per
kereta. Kelas 1 terdapat 3 tempat duduk per baris, kelas 2 terdapat 4
tempat duduk per baris dan kelas 3 terdapat 5 tempat duduk per baris.
Sehingga tiap kereta kelas 3 terdapat 60-72 tempat duduk, sedangkan tiap
kereta kelas 2 terdapat 24-32 tempat duduk dan kelas 1 terdapat 12
tempat duduk. Biasanya kelas 1 dan kelas 2 menjadi satu, sedangkan kelas
3 tersendiri. Namun kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dirangkai dalam satu
rangkaian.
Jenis kereta dan lokomotif listrik 1925
Di
Jabodetabek, KRL mulai dirintis tahun
1925. Awalnya, kereta tersebut ditarik oleh
lokomotif listrik, salah satunya seperti
ESS 3201 yang kini masih terawat dengan baik karena dilestarikan oleh Unit
Heritage KAI sekarang.
[7]
Pasca-kemerdekaan
Periode DKARI
Perebutan kekuasaan
Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan yang dahulu dimiliki oleh Belanda tidak serta-merta jatuh ke tangan
Indonesia.
Bahkan tersiar kabar bahwa Belanda berkeinginan agar perusahaan yang
kelak disebut Djawatan Kereta Api (DKA) menjadi target pertama yang
hendak direbut Sekutu lalu dikembalikan ke
Staatsspoorwegen (SS). Bahkan,
Menteri Perhubungan saat itu,
Abikoesno Tjokrosoejoso, justru setuju apabila DKA dikembalikan ke tangan Belanda.
[8]
Pada tanggal
2 September 1945,
Angkatan Pemoeda Indonesia (API) menyelenggarakan pertemuan dengan grup revolusioner dari buruh DKA. Pertemuan dilangsungkan di Gedung
Menteng 31,
Jakarta. API, organisasi revolusioner Indonesia, dipimpin oleh
Wikana, sedangkan buruh kereta yang hadir dipimpin oleh
Legiman Harjono.
Kesepakatannya adalah merebut DKA. Untuk melaksanakan hal tersebut,
tenaga revolusioner dari API diperbantukan di DKA untuk menyiapkan aksi
perebutan. Pada pukul 23.00, pertemuan lanjutan dilakukan di rumah dinas
kepala
Stasiun Manggarai dan menghadirkan pegawai-pegawai DKA. Kesepakatannya adalah merebut stasiun DKA dari tangan Jepang.
[8]
Keesokan harinya, pada
3 September 1945 pada pukul 09.30 hingga 12.00 kaum buruh DKA melakukan aksi perebutan tersebut. Perebutan dilakukan di stasiun-stasiun di
Jakarta. Pada akhirnya,
stasiun Jatinegara dan
Manggarai berhasil direbut oleh kaum buruh, menyusul kemudian
Gambir,
Tanjung Priok,
Pasar Senen,
Jakarta Kota,
dan lain-lain. Kantor DKA, bengkel, dan dipo lokomotif berhasil
direbut. Di Stasiun Jakarta Kota, sempat terjadi aksi bentrok dengan
tentara Jepang. Begitu selesai melakukan aksi, kaum buruh membentuk
"Dewan Buruh" di perusahaan dan membentuk "Serikat Buruh Kereta Api
(SBKA)".
[8]
Sementara itu, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda
Kereta Api" (AMKA) juga mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari
pihak
Jepang. Pada tanggal
14 Oktober hingga
19 Oktober meletuslah
pertempuran di
Kota Semarang. Perang ini sebenarnya meletus pada
15 Oktober, namun pada 14 Oktober situasi sudah memanas. Salah satu tujuannya adalah merebut
Hoofdkantoor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (
Lawang Sewu).
Banyak tokoh AMKA yang gugur dalam pertempuran ini. Keberhasilan kaum
buruh dan pemuda segera diikuti oleh perusahaan lainnya. Kaum buruh pun
membentuk beberapa serikat-serikat buruh.
[8]
Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal
28 September
1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota
AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan
perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak
diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di
Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai
Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api
Republik Indonesia" (DKARI).
[3]
Kecuali DKARI ada pula operator lain yang terpisah,
Kereta Api Soematra Oetara Negara Repoeblik Indonesia dan
Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia, yang kesemuanya beroperasi di
Sumatera. Selain itu, ada pula
Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) yang merupakan gabungan dua belas operator kereta api swasta pada masa Hindia Belanda.
[9] Pada akhirnya, DKARI dan
Staatsspoorwegen en Verenigde Spoorwegbedrijf (SS/VS) digabung menjadi satu sebagai Djawatan Kereta Api (DKA)
[10]
KLB 3 Januari 1946
Ketika Jakarta jatuh ke tangan
Netherlands Indies Civil Administration (NICA),
ibukota Indonesia pindah ke
Yogyakarta. Pada tanggal
3 Januari 1946 pukul 18.00 WIB,
Presiden Indonesia,
Soekarno beserta keluarga dan rombongan pejabat berangkat dari rumah kediaman di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, menuju
stasiun Manggarai. Rangkaian kereta penumpang terdiri atas delapan gerbong yang ditarik lokomotif
C2849 eks-
Staatsspoorwegen.
[11][12]
Suasana selama perjalanan keadaan sangat tegang. Di stasiun Manggarai, dilakukan manuver
langsir gerbong barang. Agar tidak mencurigakan, seluruh lampu gerbong dibiarkan gelap gulita. Pada akhirnya, pada tanggal
4 Januari 1946 tiba di
Kota Yogyakarta dan untuk mengenangnya, diperkenalkanlah istilah
kereta luar biasa (KLB). Pada saat itu pula, ibukota negara pindah ke Yogyakarta.
[13]
Dieselisasi
Pada tahun
1953, terjadi perpindahan era lokomotif uap ke
lokomotif diesel di lingkungan perkeretaapian Indonesia, dikenal dengan sebutan
dieselisasi. Pada masa itu, lokomotif
CC200 didatangkan dari
Alco-GE (
Amerika Serikat) ke
Indonesia. Lokomotif ini memiliki dua kabin
masinis dan bergandar Co'2'Co' (tiga
bogie yang kedua bogie depan dan belakangnya memiliki tiga gandar penggerak, sedangkan satu bogie tengah memiliki dua gandar
idle) karena rendahnya
beban gandar.
[14]
Pada tahun
1955, CC200 menjadi andalan bagi kereta api pengangkut rombongan
Konferensi Asia Afrika di
Kota Bandung. KLB ini berangkat dari
Jakarta menuju Bandung.
[15]
Kemudian, disusul dengan beberapa lokomotif diesel elektrik dan hidraulik, seperti,
BB200,
BB300, serta
D300.
[16]
Perusahaan negara
Nama DKA pun diubah menjadi
Perusahaan Negara Kereta Api (
PNKA) pada
25 Mei 1963. PNKA kemudian memasukkan operator lainnya, seperti
Deli Spoorweg Maatschappij yang masih
independen sehingga kereta api di Indonesia hanya memiliki satu operator.
[17] Pada masa ini, lokomotif diesel hidraulik menjadi lazim pada masa ini. Seperti
Bima Kunting,
Kebo Kuning,
C300,
D301,
BB301, dan
BB302. Lokomotif diesel elektrik antara lain
BB201,
BB202 yang diproduksi
1967.
KA Bima
Pada tanggal
1 Juni 1967 PNKA mengoperasikan
kereta api Bima rute
Gambir-
Surabaya Gubeng pp.
[18] Kereta ini menggunakan rangkaian gerbong berwarna
biru dan merupakan kereta api pertama dengan sistem AC ber
freon di Indonesia. Pada awal pengoperasiannya, KA Bima mengikuti rute
Bintang Sendja. Namun, beberapa minggu kemudian rutenya pun diubah melewati
Purwokerto dan
Yogyakarta, hingga saat ini.
Perusahaan jawatan
Pada tanggal
15 September 1971, nama PNKA berubah menjadi
Perusahaan Jawatan Kereta Api (
PJKA, Perjanka) selama dekade
1970-an hingga awal dekade
1990-an.
[17]
PJKA dipimpin oleh Kepala PJKA (Kaperjanka). Pada masa ini,
perkeretaapian Indonesia mengalami kemunduran. PJKA menganggap sejumlah
jalur kereta api lintas cabang justru tidak mendatangkan
keuntungan
secara ekonomis. Selain dari banyaknya penumpang gelap, kerusakan
lokomotif, maupun kerusakan prasarana perkeretaapian; persaingan dengan
mobil pribadi maupun angkutan umum telah mengakibatkan kerugian besar
bagi PJKA, sehingga PJKA merugi dan terpaksa
menutup jalur-jalur KA tersebut berikut stasiun dan seluruh layanannya.
[19]
Pada tahun
1981, PJKA terlibat dalam produksi film berjudul
Kereta Api Terakhir yang diproduksi oleh
Pusat Produksi Film Negara, dan merupakan film unggulan pada masa itu.
[20]
Era lokomotif andalan kereta api
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
CC201 dan
BB203
Pada tahun
1977-
1978 dan
1983, lokomotif
CC201 dan
BB203 generasi pertama dan kedua mulai diimpor dari
GE Transportation.
CC201 adalah lokomotif yang sangat diandalkan pada masa itu karena
berpengalaman menarik segala jenis KA mulai dari eksekutif, bisnis,
maupun ekonomi. PJKA melakukan pengelompokan CC201 dan BB203. CC201
hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan.
Bentuk kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya susunan gandarnya yang
berbeda.
Di
Divisi Regional III Sumatera Selatan dan Lampung, diimporlah
CC202 generasi pertama pada tahun
1986. Dengan dilatarbelakangi meningkatnya kebutuhan angkutan
batu bara, lokomotif ini cukup menarik kereta Babaranjang. Selain itu, di
Jawa diimporlah lokomotif
BB302,
BB303,
BB304,
BB305, dan
BB306. Pada masa itu, lokomotif diesel hidraulik di Jawa merajai layanan kereta lokal.
Pada tanggal
6 Oktober 1976 beberapa saat setelah ditutupnya
jalur kereta api Secang-Kedungjati,
Museum Kereta Api Ambarawa didirikan, menempati bekas stasiun Willem I di
Ambarawa. Di sinilah akhir riwayat sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi menarik kereta api lokal. Karena, pada tahun
1980-an semua lokomotif uap dinyatakan tidak beroperasi untuk angkutan komersial karena faktor usia.
Kemunduran
Pada
masa itu, PJKA terus mengalami kerugian akibat kalah bersaing dengan
mobil pribadi, angkutan umum, maupun pesawat terbang. Oleh karena itu,
pemerintah mengeluarkan
subsidi tahunan. Subsidi ini diformat untuk belanja pegawai serta pengurang beban kerugian PJKA.
[21]
Terjadinya
Tragedi Bintaro pada
19 Oktober 1987
merupakan peristiwa tragis yang memperparah buruknya citra PJKA sebagai
satu-satunya operator kereta api di Indonesia. Dalam tragedi ini,
ratusan orang tewas sedangkan sisanya luka-luka. Sejak tragedi itulah,
kenyamanan kereta api masih dipertanyakan.
Menjadi perum
CC201 05 (CC201 77 04) semasa berlogo Perumka dan sebelum dimutasi
Pada tanggal
2 Januari 1991, PJKA berubah menjadi
Perusahaan Umum Kereta Api (
Perumka).
Pada masa ini, kerugian-kerugian seperti yang dialami PJKA pada
beberapa tahun yang lalu dapat ditekan. Seluruh pegawainya masih
berstatus PNS yang diatur tersendiri dan diperbolehkan mencari laba
KRL Rheostatik dan KRL Holec. KRL yang di sebelah kiri dicat hijau putih
KA Bisnis Sawunggalih melintas Jembatan Sakalibel dengan cat putih-kuning.
Zaman Perumka biasa disebut
"zaman merah biru" karena semua
cat lokomotif yang dioperasikan secara komersial diubah menjadi merah
dan biru dengan logo Perumka putih di depan dan belakangnya, serta di
bawah kaca kabin
masinis tepat di atas
plat nomornya. Selain itu, cat
livery
semua kelas kereta juga diubah, yakni untuk eksekutif dicat biru
muda-biru tua, bisnis dicat hijau tua-biru tua, ekonomi dicat merah
tua-biru tua, serta bagasi dicat biru tua polos. Semua kereta memiliki
garis putih dengan logo Perumka merah. Pada masa ini, lokomotif diesel
elektrik merajai perkeretaapian Indonesia sejak tenaga diesel hidraulik
sudah tidak lagi cukup menarik kereta api yang panjang.
Pada tahun
1995 lahir kereta api eksekutif argo buatan
PT Inka Madiun, yang diberi nama
Argo Bromo dan
Argo Gede.
Semua kereta eksekutif dicat putih abu-abu dengan garis biru-biru tua
dengan logo PT KAI di kiri dan Departemen Perhubungan di kanan. Selain
itu, diimpor pula
CC203 dari pabriknya, GE Transportation langsung. Lokomotif ini memiliki desain yang
aerodinamis.
Akibat hadirnya kereta argo ini, kereta bisnis dan sebagian
KRL Rheostatik
juga ikut dicat seperti skema kereta Argo pada masa itu. Kereta bisnis
dicat kuning-putih. Sedangkan KRL Rheostatik dicat putih-hijau tua. Pada
tahun
1997 muncul
kereta api Argo Bromo Anggrek yang dicat warna pink-putih. Sementara itu, CC201 dan kereta ekonomi tetap "merasa nyaman" dengan cat merah-birunya.
Persero
Akhirnya, pada tanggal
1 Juni 1999 Perumka secara resmi berubah menjadi
PT Kereta Api (Persero (
PT KA). Pada awal
2000-an, PT KA tetap mempertahankan cat merah-biru pada lokomotif-lokomotifnya, kecuali untuk CC203.
Pada tahun
2006
ke atas, CC201 dan sebagian besar lokomotif lainnya kemudian berganti
cat seperti CC203, yakni putih bergaris biru muda-biru tua. Sementara
itu terjadi perubahan pada seluruh rangkaian kereta penumpang mulai dari
eksekutif, bisnis, maupun ekonomi, menjadi seperti yang dapat dilihat
saat ini. Untuk lokomotif heritage menggunakan
livery PJKA.
Pada masa ini, PT KA memperkenalkan sistem PSO (
public service obligation), terutama untuk
kereta api ekonomi.
[21] PSO ini menggantikan sistem subsidi yang sebelumnya dilaksanakan. Pada tahun
2007 disahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 yang menghapus monopoli yang dilakukan oleh PT KA.
Transformasi dan digitalisasi
Era digitalisasi perkeretaapian Indonesia sudah muncul sejak awal dekade
2000-an. Pertama kalinya
CC204 dimodifikasi dari CC201 dengan menambahkan komputer
BrightStar Sirius sehingga dapat memitigasi kerusakan 45 menit sebelum kerusakan itu terjadi. Selain itu, pada tahun
2006 hingga
2011, dibuatlah lokomotif dengan mendasarkan pada desain CC203 dengan menambahkan komputer
BrightStar Sirius di PT Inka sehingga terciptalah CC204
batch II.
Pada dekade
2010-an telah banyak terjadi
transformasi pada PT KA, lebih-lebih saat dipimpin oleh
Ignasius Jonan. Pada tahun
2010 nama PT KA berubah menjadi
PT Kereta Api Indonesia (Persero) (
PT KAI). Keluhan masyarakat dengan tidak adanya AC pada kereta ekonomi, maka pada tahun
2010 muncul kereta api ekonomi AC non-PSO dengan hadirnya
kereta api Bogowonto sebagai perintisnya.
Pada tanggal
28 September 2011,
logo PT KAI berganti. Transformasi lain yang terletak pada sistem
pertiketan. Tiket yang semula hanya bisa dipesan di stasiun
keberangkatan, kini sudah dipesan di
minimarket dan agen-agen tiket. Yang lebih hebatnya lagi, muncul sistem
boarding pass
yang mengharuskan penumpang membawa bukti identitas diri. Selain itu,
pengelolaan stasiun kini sangat bagus. Semua kereta api jarak menengah
maupun jauh telah dipasangi AC. Digitalisasi lokomotif di Indonesia
terus maju sejak
CC205 dan
CC206 diimpor untuk memperkuat armada PT KAI saat ini.
Perkembangan dan Pemeliharaan
Sebagai
salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan
masyarakat, perkembangan perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari
sorotan dan kelemahan. Faktor yang sering menjadi perhatian saat ini
adalah
tingkat kecelakaan yang masih relatif tinggi
baik gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api,
tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor
dan masalah lain yang sering dihadapi oleh pengguna Kereta Api.
Penyebab utama dari problematika ini dapat dilihat pada sarana dan
pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan berbagai
masalah. Pada tahun 2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan
kereta api baik luka ataupun tewas.
[22]
Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi di perlintasan kereta api,
yang umumnya tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga.
[23] Sebanyak 2.923 palang pintu perlintasan kereta api yang tersebar di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak dijaga petugas.
[24]
Artinya 40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang
bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas
sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32,
pasal 33, pasal 34 dan pasal 124 yang telah disahkan oleh legislatif.
Penambahan jalur baru
Sejak tahun
2015,
pemerintah berencana untuk meningkatkan infrastruktur perkeretaapian di
Indonesia dengan menambah jalur baru, reaktifasi jalur non aktif dan
juga membuat jalur ganda, tidak hanya di koridor pulau Jawa, tapi juga
di koridor-koridor lainnya seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Papua
[25][26].
Berikut ini, pembangunan jaringan kereta di luar Jawa dari Program Strategis Perkeretaapian 2015-2019:
Koridor Pulau Sumatera
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sumatera:
- Jalur KA baru Bireun-Lhokseumawe-Langsa-Besitang
- Jalur KA baru Rantauprapat-Duri-Dumai
- Jalur KA baru Duri-Pekanbaru
- Jalur KA baru Pekanbaru-Muaro
- Jalur KA baru Pekabaru-Jambi-Palembang
- Jalur KA baru Simpang-Tanjung Api-Api
- Jalur ganda KA Prabumulih-Kertapati
- Jalur ganda KA Baturaja-Martapura
- Jalur ganda KA Muara Enim-Lahat
- Jalur ganda KA Cempaka -Tanjung Karang
- Jalur ganda KA Sukamenanti-Tarahan
- Jalur KA baru Rejosari/KM3-Bakauheni
Reaktifasi Jalur KA:
Pembangunan Kereta Api Perkotaan/Jalur Ganda/Elektrifikasi/Jalur Baru Akses ke Pusat Kegiatan:
- Perkotaan Medan (Jalur Ganda KA Medan-Araskabu-Kualanamu)
- Perkotaan Padang (Padang-BIM dan Padang-Pariaman)
- Perkotaan Batam (Batam Center-Bandara Hang Nadim)
- Perkotaan Palembang (Monorel)
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
- Bandara Kualanamu, Medan (peningkatan kapasitas)
- Bandara Internasional Minangkabau, Padang
- Bandara Hang Nadim, Batam
- Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
Pembangunan Kereta Api Akses Pelabuhan:
- Pelabuhan Lhokseumawe
- Pelabuhan Belawan
- Pelabuhan Kualatanjung
- Pelabuhan Dumai
- Pelabuhan Tanjung Api-Api
- Pelabuhan Panjang
- Pelabuhan Bakauheni
Koridor Pulau Kalimantan
Pembangunan KA Khusus/Batubara/Akses Pelabuhan (Skema KPS):
- Muara Wahau-Muara Bengalon
- Murung raya-Kutai Barat-Paser-Panajam Paser Utara-Balikpapan
- Puruk Cahu-Mangkatib
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Kalimantan:
- Jalur KA baru Tanjung-Paringin-Barabai-Rantau-Martapura-Banjarmasin
- Jalur KA baru Balikpapan-Samarinda
- Jalur KA baru Tanjung-Balikpapan
- Jalur KA baru Banjarmasin-Palangkaraya
- Jalur KA baru Palangkaraya -Sangau-Pontianak-Batas Negara
- Jalur KA baru Samarinda-Sangata-Tanjung Redep-Batas Negara
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
Koridor Pulau Sulawesi
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sulawesi:
- Jalur KA baru Manado-Bitung
- Jalur KA baru Bitung-Gorontalo-Isimu
- Jalur KA baru Pare Pare-Mamuju
- Jalur KA baru Makassar-Pare Pare
- Jalur KA baru Makassar-Sungguhminasa-Takalar-Bulukumba-Watampone
- Jalur KA baru Mamuju-Palu-Isimu
Pembangunan Kereta Api Perkotaan:
- Perkotaan Makassar dan sekitarnya
- Perkotaan Manado
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara/Pelabuhan:
- Bandara Sultan Hasanuddin
- Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar
- Pelabuhan Bitung