.Kereta api sudah melayani manusia jauh sebelum mobil ditemukan. Dulu sempat populer, tetapi dalam periode waktu tertentu “kuda besi” itu kalah dengan jenis angkutan lainnya. Salah satu kendalanya karena harus memiliki jalur khusus. Namun, ketepatan, kecepatan, dan daya angkutnya yang besar membuat kereta api dilirik kembali untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar. Salah satu yang patut dicontoh adalah Jepang sampai-sampai kereta api menjadi bagian dari budaya bangsa itu. Tanggal 14 Juni 1842, Ratu Victoria menulis surat dari Istana Buckingham, London. “Kami tiba di sini kemarin pagi menggunakan kereta api dari Istana Windsor dengan waktu tempuh setengah jam, bebas dari debu, kemacetan, dan panas. Saya sangat terpesona olehnya.”Sejak itu, Ratu menjadi pendukung antusias terhadap berkembangnya perkeretaapian di Inggris. Padahal Ratu sendiri takut dengan kecepatan tinggi. Karena itu ia selalu meminta dengan sangat agar penunjuk kecepatan kereta kerajaan tidak pernah menyentuh angka 40 mil per jam (65 km per jam).
Akibat Revolusi Industri
Selain sepakbola, bisa dikatakan kereta api pun lahir dari rahim negeri Inggris, kemudian meluas ke seantero Eropa daratan. Pada awalnya, kereta api tersisihkan sebagai alat angkut pribadi. Namun ia terus menggeliat sampai pada suatu ketika mengukir prestasi sebagai alat angkut barang borongan seperti hasil-hasil tambang, semisal batu bara, sejak abad XVII. Bentuknya masih sederhana dengan komponen utamanya kayu dan dihela oleh kuda atau manusia hingga awal abad XVIII sebelum digantikan oleh mesin uap.
Revolusi industri pada 1760 kembali mendudukkan kereta api sebagai alat angkut massal yang andal. Inggris masih menjadi “ibu” bagi perkembangan perkeretaapian, sementara negara-negara Eropa lainnya mengikut sebagai “anaknya.” Tahun 1830-an, jaringan rel panjang pertama dibangun. Mulai tahun 1850-an jaringan kereta api internasional tumbuh dalam laju yang mencengangkan, mencapai panjang 1.206.975 km di akhir abad itu. Seluruh ibukota negara Eropa akhirnya terhubungkan oleh “kuda besi” yang melaju di atas jalan “tol” khusus itu.Pionir kereta penumpang yang menyediakan kereta makan dan kereta tidur adalah George Pullman dari Amerika. Namanya menjadi paten bagi kereta tidur. Kecepatan, standar keamanan, dan daya tahan kereta semakin membaik berkat pengembangan lajur kereta, teknologi lokomotif, serta komunikasi. Kecelakaan memang menjadi sering terjadi, tapi hal itu justru semakin menyempurnakan perkembangan “bayi” kereta api. Perusahaan-perusahaan baru bermunculan dengan jalur dan rute masing-masing.
Sampai suatu ketika, pelayanan kereta api jarak jauh mulai tumbuh dengan munculnya nama-nama seperti Orient Express, Talgo, Trans-Siberia, Broadway Limited, dll. Industri pariwisata pun memperoleh pijakan baru, pesiar menggunakan kereta.
Sebagai produk temuan manusia yang menyentuh aspek mendasar manusia yakni mobilitas, dampak kemunculannya mulai terasakan. Kereta mulai mendominasi hampir semua sektor industri, perdagangan, dan bisnis. Biayanya memang murah dan aksesnya langsung ke pusat kota dan pedesaan di sepanjang jalurnya.
Dampak revolusioner pada sistem kemasyarakatan secara luas tercermin pada literatur waktu itu. Novelis besar Charles Dickens, misalnya, adalah pengguna kereta fanatik. Bersama teman-teman sebayanya yang terkenal, ia menulis banyak buku fiksi maupun nonfiksi tentang kereta api maupun perjalanan dalam kendaraan itu. Sebagai dosen keliling Dickens amat terbantu dengan adanya kereta api yang mudah dan cepat. Di abad XX, kereta menjelma menjadi kendaraan utama untuk romansa, intrik, dan petualangan. Masih ingat film Iron Horse yang pernah ditayangkan TVRI tahun 1970-an?
Menggali potensi jalur kuno
Tapi, masa kejayaan kereta api sepertinya tinggal menghitung hari ketika manusia menciptakan kendaraan pribadi, angkutan darat, dan puncaknya kapal terbang. Dominasi kereta selama hampir seabad pun mulai jebol. Tahun 1960-an dan 1970-an merupakan saksi bagi semakin berkurangnya lalulintas pengangkutan barang maupun manusia menggunakan kereta api secara drastis. Akibatnya, banyak negara mengurangi secara besar-besaran jaringan dan pelayanan mereka. Beberapa proyek ditangguhkan tanpa didesak-desak oleh IMF.
Untunglah, masih ada yang mencoba bertahan. Mereka yakin, tanpa perlu diyakinkan, badai pasti berlalu. Beberapa jalur di Amerika dan Eropa kemudian di-BUMN-kan atau disubsidi. Mereka berkonsentrasi pada pengangkutan borongan, muatan jarak pendek, dan penumpang pekerja. Banyak jalur panjang dan rute internasional yang dibangun dengan sungguh-sungguh sepanjang abad XIX tiba-tiba menghilang.Syukurlah, badai bisa diatasi pada penghujung dekade abad ini dengan terciptanya kereta api supercepat. Mereka menawarkan angkutan antarkota yang cepat, ekonomis, dan ramah lingkungan. Pada saat yang sama, kereta api yang sederhana dan tradisional tetap menempati peran penting dalam pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi negara-negara sedang berkembang.
Hal yang penting pada dewasa ini adalah lahirnya kembali minat menyusuri rute-rute kereta tempo doeloe. Menikmati pemandangan dari jendela kereta yang masih asli bentuknya merupakan hiburan tersendiri. Beberapa rute jarak jauh, termasuk Trans-Siberia, The Indian – Pacific yang melintas benua Australia, dan The Coastal Starlight sepanjang pantai barat AS, sebagian besar disumbangkan untuk konsumsi turis, dan laris manis tanjung kimpul.
Indonesia tak mau kalah dengan mengaktifkan kereta bergerigi di Ambarawa. Lengkap dengan museum kereta. Sayang, wisata menyusuri hutan jati menggunakan kereta zaman simbah ini masih didominasi wisatawan mancanegara. Australia pun membuka jalur Cairns – Kuranda sebagai paket wisata. Rute klasik baru seperti The Ghan (Australia) telah dibuka pula, dan rute-rute serupa lainnya, termasuk The Venice Simplon-Orient-Express dan Trans-Canada, telah pula dihidupkan kembali dan dipugar. Model mesin dan kereta dipertahankan tapi dengan sentuhan modern.
Ratusan dari ribuan kilometer rel kereta api di seluruh dunia masih dipakai. Tetapi sebagian besar perjalanan lebih digunakan untuk napak tilas dibandingkan untuk mengangkut orang dari satu tempat ke tempat lain. Mereka “membeli” suasana dan desain kereta, pemandangan dari jendela, maupun keheningan stasiun. Bagi orang modern, hal-hal seperti itu sungguh menarik.
Bentuk alamiah kereta api tak pernah berubah sejak pertama kali muncul. Ada lokomotif sebagai penggerak dan gerbong sebagai pengangkut penumpang atau barang. Bentuk Inovasi hanya menyentuh sisi kecepatan, kenyamanan, standar keamanan, ketepatan waktu, dan keramahan pada lingkungan.
Mencapai 489 km per jam
Kereta api terus menggeliat bagaikan ular, bahkan seperti siap mematuk moda angkutan pesaingnya, termasuk pesawat terbang. Kereta ICE (kereta api antarkota di Eropa) milik Jerman, misalnya, melengkapi tempat duduknya dengan pesawat televisi mungil di balik sandarannya, mirip pada pesawat terbang.
Begitu juga kasus Jepang yang telah mengembangkan kereta api maglev (magnetically levitated, kereta terangkat dan berjalan mengambang di udara menentang gaya gravitasi). Karena itu kecepatannya bisa mencapai lebih dari 400 km/jam, tidak berisik dan bergetar, serta ramah lingkungan. KA Maglev bisa dikatakan sangat aman sebab teknologi yang diterapkan mampu mengurangi banyak kemungkinan gerbong terlepas dari relnya.Bahkan dalam hal ketepatan waktu, jadwal kereta di Jepang bisa mengalahkan ketepatan jam tangan. Misalkan saja, seorang warga Jepang hendak ke luar kota dari Tokyo menuju Kobe. Menurut jadwal, kereta berangkat pukul 12.00. Begitu kereta berangkat dan secara tak sengaja ia melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjuk pada pukul 12.15, ia tidak akan menyalahkan kereta api, tapi buru-buru mengubah jarum jamnya ke angka 12.00!
Percepatan dan pengereman kereta maglev menggunakan motor linier. Pengambangan didasarkan pada fisika kemagnetan, berbeda dengan jenis-jenis kereta api lebih lambat lainnya, yang menggunakan prinsip bantalan udara.
Prinsip kereta maglev sebenarnya sudah diketahui sejak awal abad ini. Namun, penerapannya membutuhkan magnet yang sangat kuat dan teknologi elektronika yang canggih untuk mengontrol tenaga penggeraknya. Sejak tahun 1960-an, “perlombaan” mengembangkan kereta api maglev dimulai. Tapi sampai saat ini, hanya Jerman dan Jepang yang siap memasuki era maglev.
Sejak awal 1960-an, setelah mengembangkan Tokaido Shinkansen, Japanese National Railways (JNR) mulai menoleh kemungkinan menghubungkan Tokyo – Osaka (400 km) dalam waktu satu jam menggunakan kereta api.
Inovasi terus dilakukan tanpa henti meskipun JNR berubah menjadi perusahaan swasta. Tongkat penelitian berpindah ke Railway Technical Research and Institute. Temuan terbarunya, prototip MLX01 yang diuji coba mulai April 1997 mampu menembus angka kecepatan 489 km/jam!Cepat namun belum layak
Jepang merencanakan memasyarakatkan kereta maglev untuk menghubungkan kota-kota dan pelabuhan udara yang ada. Pertimbangan utama karena sistem tranportasi baru itu tidak menimbulkan polusi suara maupun polusi lainnya. Meski begitu, mereka mengembangkan juga sistem HSST (High Speed System Transportation).
HSST bekerja berdasarkan prinsip elektromagnet konvensional untuk mengatur sistem pengambangan kereta, menggunakan motor induksi linier di atas kereta. Tahun 1991 Menteri Transportasi Jepang telah menyetujui beroperasinya kereta HSST untuk transportasi kota pada kecepatan di bawah 100 km/jam. Amerika sedang mengkaji penerapan HSST.
Sementara sistem pengambangan dengan bantalan udara sedang diproduksi Otis untuk transportasi berkecepatan rendah. Soalnya, sistem transportasi sejenis yang menggunakan tarikan kabel berhasil baik di Terminal Nomor Dua Bandara Narita, Tokyo. Juga Asosiasi Kereta Bawah Tanah Jepang bersama Asosiasi Monorel di sana sedang bahu-membahu mengaplikasikan teknologi motor induksi linier ke sistem kereta beroda konvensional.
Penekanan memang kepada sistem perkeretaapian yang cepat, efisien, aman, dan nyaman. Tak heran bila penelitian kini meningkat ke motor linier ultracepat. Jalur pengujian kereta api Yamanashi, misalnya, sanggup menguji kereta api berkecepatan sampai 550 km/jam, berkapasitas penumpang sampai 10.000 penumpang per jam sekali jalan. Kelayakan ekonomi tentu juga diteliti.
Salah satu kereta tes, MLX01, diharapkan, pada akhir tahun fiskal yang lalu bisa ngebut sampai 550 km/jam. Bisa dibayangkan, dengan kereta api itu jarak Jakarta – Surabaya bisa ditempuh hanya dalam waktu kurang dari dua jam!
Ada beberapa teknologi lain yang juga diuji coba dengan tujuan menciptakan keeta api berkecepatan ultratinggi, tapi tantangan terbesarnya adalah kelayakan ekonomi. Jadi, kita tunggu saja!